Kamis, 19 Mei 2011

Perintah Pembentukan Jabatan Notaris Oleh Undang-undang

Dalam Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia maupun UUJN 2004 tidak terdapat perintah agar dibentuk suatu jabatan yang disebut sebagai “Notaris”. Sehingga dasar hukum untuk pembentukan Jabatan Notaris bukan kehendak dari kedua peraturan tersebut.
Memang benar bahwa kedua peraturan tersebut memuat pengertian dari “Notaris”, namun dari pernyataan tersebut berarti “Jabatan Notaris” sudah terbentuk terlebih dahulu sebelum kedua Peraturan tersebut berlaku.
Lalu Peraturan manakah yang secara implisit memerintahkan agar segera dibentuk suatu “Jabatan Notaris” agar tercipta Kepastian Hukum pada hamparan ranah Hukum Keperdataan ?


Keberadaan notaris, secara etis yuridis, pada awalnya diatur dalam rambu-rambu Burgerlijk Wetboek (BW/Kitab UU Hukum Perdata), terutama Buku Keempat dalam pasal-pasal sebelumnya, yang secara sistematis merangkum suatu pola ketentuan alat bukti berupa tulisan sebagai berikut:
a.  bahwa barang siapa mendalilkan peristiwa di mana ia mendasarkan suatu hak, wajib baginya membuktikan peristiwa itu; dan sebaliknya terhadap bantahan atas hak orang lain (1865 BW);
b.   bahwa salah satu alat bukti ialah tulisan dalam bentuk autentik dan di bawah tangan. (1866 BW);

Adalah suatu keharusan untuk menjadikan notaris sebagai pejabat umum, berhubung dengan definisi dari akta otentik yang diberikan oleh Pasal 1868 BW (KUHPerdata), yang berbunyi :


"Suatu akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang‐undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya."


Alat bukti tulisan (isi perjanjian) tersebut tidaklah dibuat bersama kedua belah pihak secara berhadapan diantara keduanya tanpa ada “penengah yang netral”, melainkan harus dibuat dihadapan pejabat yang berwenang melakukannya. “Penengah yang netral” ini berfungsi sebagai “Hakim” yang jujur dan adil diantara kedua pihak. Pejabat Umum (pegawai-pegawai umum) yang dimaksud oleh Burgerlijk Wetboek (BW/KUH Perdata) tersebut adalah seorang Notaris.


Baru kemudian dari kehendak BW tersebut, dibuat perundangan yang mengatur sendi-sendi Kenotarisan. Sendi-sendi kenotarisan ini termasuk pengertian Notaris, hak dan kewajiban, pembentukan Kode Etik serta hal-hal lain yang berhubungan erat dengan “Jabatan Notaris”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...